Covid-19 membuat gue ragu untuk keluar periksa kehamilan. Sempat bingung mau periksa di mana dan nunda periksa 1 bulan. Gue prefer periksa di rumah sakit sebenernya, biar lebih lengkap vitamin dan konsultasinya. Tapi kondisi begini, jadi serem sama rumah sakit. Gue sempat konsultasi online pakai aplikasi halodoc. Bayar 25rb pakai gopay untuk bisa konsul. Gue lupa konsulnya sama dokter siapa. Dari situ gue dikasih resep folavit. Oke, sama nih sama waktu gue hamil yang pertama. Vitaminnya diresepin untuk 30 hari. Karena ngga mungkin konsultasi online terus, gue cari-cari lagi di mana gue akan kontrol kehamilan. Setelah tanya-tanya dan survey, di bulan berikutnya, akhirnya gue memutuskan untuk periksa di bidan deket rumah.
Gue kontrol di Bidan Ira Setianingrum. Ternyata enak juga. Bidannya ramah dan cukup komunikatif, jadi enak konsultasinya. USG juga cukup lengkap, ada yg 2D dan 3D. Dikasih vitamin 2 jenis. Kalsium sama penambah darah. Sebenernya agak kurang banyak nih gue rasa vitaminnya. Tapi ya udah untuk sementara, gapapa. Selebihnya, gue mengikuti pola hamil sebelumnya. Minum susu ibu hamil, dan makan makanan yang tinggi protein.
Gue kontrol di bidan dapat beberapa kali. Minggu ke-9, minggu ke-18, dan minggu ke-23. Semua alhamdulillah berjalan dengan baik-baik saja. Hanya aja, hasil lab menunjukkan hemoglobin gue rendah. Ini emang udah jadi hal yang langganan deh kayaknya buat gue. Dari kehamilan pertama juga ini masalahnya. Oh iya, dan berat janin yang selalu di bawah angka aman. Ya udah jadilah gue minum susu tinggi protein lagi dan minum penambah darah jadi 2x sehari, ditambah harus makan telur sehari minimal 3, dan makanan tinggi protein lainnya. Eneg, eneg dah.
Tapi, terlepas dari segala kondisi medis si ibu dan janin, ada hal dalam kehamilan kali ini, yang bisa dibilang, cukup menjadi highlight of pregnancy.
Gue jadi sensitif banget. Parah. Tapi sensitifnya tuh ngga yang bisa diungkapkan gitu. Nulis ngga bisa, ngomong apalagi. Tiba-tiba bisa nangis sendiri diem-diem. Susah untuk berpikir positif. Sering dan jadi gampang banget kena anxiety attack. Bisa sembuh, tapi ngga lama. Pokoknya, denger bad news atau bahkan omongan yang slightly offensive sedikit aja tuh langsung worry dan kebawa perasaan dan pikiran. Gue wondering, ini hormonal apa bukan ya? Kondisinya adalah keadaan lagi pandemi, lockdown, ngga boleh ke mana-mana, gue terjebak di rumah. Ngerasa, ni gue di rumah sendiri tapi kok kayak bukan rumah gue sendiri ya. Gue merasa muak banget di rumah. Bahkan pernah gue lagi kontrol, dibilang berat badan kurang, ditanya ada masalah apa sama dokternya, eh gue malah meneteskan air mata. Apa iya karena ngga bisa refreshing?
Pokoknya, 4 bulan pertama hamil yang ini, bener-bener beraat banget rasanya. Mental breakdown, banyak uji kesabaran, banyak sekali kepura-puraan. Seperti mimpi buruk. Gue ngga mau lagi mengulanginya.
Gue kangen keluarga gue. Dan memang waktu itu gue sempat bisa nginep di Bekasi. Gue ngerasa legaaaaa banget hati dan pikiran. Tapi karena adek gue sakit, biar aman, gue disuruh pulang lagi dulu. Rasanya berat. Belum mau pulang tapi udah harus pulang. Lagi-lagi gue harus membesarkan hati untuk menerima keadaan. Gue cuma bisa berdoa untuk dikuatkan dan lebih disabarkan, dan tentu aja, berdoa agar kehamilan ini baik-baik saja, meskipun rasanya mental ini sedang ditempa.
It's hard to think positive these days. I don't know why. It's just full of effort. Is it because pregnancy hormone? I'm wondering. Because it's just like not me at all. So hard to think about good and positive things.
Sekarang gue sudah memasuki bulan ke-7 kehamilan (30weeks preggo). Gue pindah kontrol ke rumah sakit, untuk persiapan lahiran. Gue juga udah nginep lagi di rumah orang tua gue. Selepas bolak-balik pindah itu, setelah 4 bulan ga bisa ke mana-mana (rumah ortu - rumah sendiri 1 bulan - rumah ortu), gue sempat mengalami beberapa hal yang mengharuskan gue untuk bedrest. Ya ngeflek, ya sempet ngira ketuban netes. Tapi alhamdulillah sekarang sudah ngga papa dan baby di dalam perut juga baik-baik aja. Malahan bisa dibilang, baby yang ini, di dalam perut lebih aktif dibanding waktu hamil pertama. Gue benar-benar harus bersyukur sebanyak-banyaknya.
Sebenernya tuh enak, hidup dengan keluarga kecil gue sendiri di rumah terpisah orang tua. Gue optimis banget gue bisa handle semua. Tapi kadang ada masa di mana semuanya tuh kayak capek, berasa monoton, dan jadi ngga kepegang. Sementara gue kepayahan banget. Suami yang capek kerja, anak batita yang lagi aktif-aktifnya, gue yang tenaganya limited parah terlebih lagi hamil. Suami pernah nawarin untuk hire ART aja. Tapi entah kenapa gue selalu merasa ngga sepenuhnya setuju. Entah. Kayak ngga mau ada siapa-siapa lagi aja gitu di rumah. Ujung-ujungnya ya capek sendiri. Karena capek, jadi gampang ketrigger. Ketrigger, jadi marah-marah. Bener lho ternyata, kalo gue lagi ngga mood, rumah kayak hampa, ngga ceria. Ternyata gue beneran jadi seorang ibu.
Beneran banyak banget latihan-latihan kesabaran di setiap harinya. Latihan mengatur perasaan dan pikiran. Latihan mengeluarkan emosi tanpa ter-trigger maupun men-trigger pasangan/orang lain. Latihan berbesar hati menerima kenyataan yang tidak sesuai ekspektasi.
So much to learn
Sepertinya akan selamanya jadi pembelajaran
Seumur hidup
Dan semua itu sangat butuh energi yang banyak
Memikirkan tentang bagaimana effort-nya gue untuk berpikir positif dan yang baik-baik. Memikirkan tentang bagaimana struggle-nya waktu awal kehamilan sampe sekarang dan insya Allah sampai nanti baby lahir dan seterusnya.
Sepertinya, calon bayi ibuk yang satu ini, bakalan jadi anak yang strong and tough. Yang pantang menyerah menghadapi tantangan sampai berhasil mencapai tujuan. I'm sure of that.
Insya Allah.
Can't wait to see you and meet you in a healthy and perfect shape but, for now, please stay happy and healthy in my tummy, my lovely baby.
No comments:
Post a Comment