December 08, 2018

Labor And Delivery Story 1

Jadi gini...

Gue mau lanjutin preggo story yang tertunda, nih. Preggo story ini akan gue percepat ke cerita saat gue melahirkan.

Kita nggak akan pernah tahu apa yang akan terjadi nanti, bukan? Seperti yang akan gue ceritakan berikut ini.

Setelah akhirnya gue bertemu dokter Sihar untuk kontrol lanjutan, gue dijadwalin untuk kontrol lagi seminggu kemudian. Semakin dekat due date, jarak waktu kontrol menjadi semakin dekat pula. Yang tadinya sebulan sekali, menjadi sebulan 2 kali, menjadi seminggu sekali. So, seminggu lagi gue harus kontrol.

Gue ini semenjak hamil, kalau suaminya libur, pengennya diajak jalan-jalan. Seperti weekend-weekend sebelumnya (selagi hamil juga), weekend kali ini gue dan ai jalan-jalan ke sebuah mal di Bekasi. Kayak biasa aja, jajan sambil melihat-lihat perlengkapan untuk menyambut dedek bayi. Siapa tahu nanti butuh (atau dibutuh-butuhin haha). Tapi waktu itu semuanya yang penting sudah dibeli sih, jadi ya udah, jalan jajan aja.

Ada yg nyangka ngga sih, kalau 3 hari kemudian gue bakal lahiran? Gue inget banget, sesaat sebelum tidur, gue punya pikiran kayak, kok mau lahiran tapi kayaknya biasa aja sih, ngga ada yang wah? Lalu gue tidur. Hingga akhirnya keadaan menjadi berbalik. Pukul 1.30 gue merasa ada sesuatu yang merembes di celana. Pipiskah? Tapi nggak bisa ditahan. Sebelum lebih bocor lagi, gue buru-buru ke kamar mandi. Gue curiga ini air ketuban. Abis selesai dari kamar mandi, belum sampai kamar tidur lagi, gue merasa ada yang rembes lagi. Kali ini gue yakin kalau ini benar air ketuban. Gue berusaha untuk biasa aja. Pernah baca, katanya kalau air ketuban pecah, harus segera ke rumah sakit untuk dapat penanganan. Gue langsung bangunin ai. Diputuskan untuk segera ke rumah sakit saat itu juga.

Sesampainya di Resti Mulya, gue dibawa ke UGD. Di sana gue dicek pembukaan. Cek pembukaan adalah salah satu hal yang paling gue sebelin. Hasilnya, ternyata baru pembukaan 1. Dokter jaga di sana bilang, kalau kondisinya kayak gini, akan butuh ruang NICU nanti untuk bayi setelah dilahirkan. Sedangkan di Resti Mulya saat itu, ruang NICUnya sudah penuh. Akhirnya gue dirujuk ke rumah sakit lain yang terdekat, RS Islam Pondok Kopi.

Air ketuban ngga henti-hentinya merembes sepanjang perjalanan. Gue dibawa lagi ke UGD. Dicek pembukaan lagi. Hhh sebel. Hasilnya sama, masih pembukaan 1. Padahal sebelumnya gue udah bilang ke susternya kalau di rumah sakit sebelumnya udah dicek juga. Mungkin udah SOPnya kali ya. Abis itu suster membawa alat (yang baru-baru ini gue tau kalo itu namanya) CTG untuk merekam detak jantung bayi. Gue dibiarkan tergeletak dengan alat di badan gue selama 15 menit, dengan air ketuban yang terus rembes. 15 menit yang terasa lama.

Setelah hasilnya keluar, gue dipindahkan ke ruangan lain. Terakhir gue tahu kalau itu ruang bersalin. Dibalik tirai sebelah tempat tidur gue, ada seorang ibu juga yang hendak melahirkan. Gue waktu itu belum berpikiran kalau akan melahirkan hari itu. Apa gue akan melahirkan hari ini? Pikir gue. Pada saat itu, gue ngga merasa kesakitan apapun. Gue nggak merasakan mules seperti yang orang-orang bilang kalau mau melahirkan. Yang gue rasa cuma ini ada air yang terus-terusan merembes. Nggak lama, suster datang bawa alat-alat yang gue paling sebelin di dunia. Jarum suntik serta cairan infus. Gue belom ngeh sepenuhnya tuh kalau gue bakalan berdampingan dengan beberapa suntikan nantinya. Waktu itu gue cuma pasrah dengan apa yang akan terjadi. Gue ikuti alurnya. Deg-degan pasti, takut apalagi.

zbl

Pagi menuju siang, dokternya datang. Dokter Husna SPOG. Beliau melakukan USG kemudian menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi pada gue saat itu dan memberikan opsi-opsi. Gue bilang gue pilih yang terbaik aja. Gue pasrah. Kemudian gue tidak diperbolehkan lagi untuk makan dan minum. 

No comments:

Post a Comment