December 27, 2016

Getting Out Of Cave!

Oh my God!
Hellooooooo, people!
*exciting in maximum level

Oke, tadi itu berlebihan. Tapi gue emang seneng banget. Akhirnya bisa ngetik di sini lagi dengan mood yang 'nggenah'. You know what I mean.

Ini udah akhir tahun, ya? Udah akhir tahun!!! Cepet banget, and so much things happened. Ya, that much!

Sekarang, coba gue rewind...
Terakhir gue update blog adalah di bulan april, gue bercerita tentang throwback ke acara liburan bareng Jamet di Jogja. Postingan setelah ini juga bakalan banyak throwback-nya. Kayaknya memang agak sulit buat gue untuk rutin menulis blog. Kalau diingat-ingat, setelah itu masuk bulan puasa ya? Gue sangat sibuk mengurus pesanan kue kering lebaran deh, jadinya gue ngga sempet nulis apa-apa. Kemudian Lebaran, dan liburan. Di bulan Agustus, gue juga ada acara jalan-jalan ke Dieng, ikutan Dieng Culture Festival bareng Ika dan teman-temannya Ika. Gue bahkan belum menulis tentang itu, haha. Gue harap gue masih bisa mengingat-ngingat detailnya biar bisa gue ceritain di sini. Lalu, di sela-sela itu semua, ada hal yang besar yang sedang dipersiapkan...

Apaan tuh?

Hey, gue bahkan bingung mau mulai cerita yang mana dulu. Kadang gue sedih karena merasa kayaknya kini semakin sulit buat gue untuk memulai sebuah tulisan. Ah, semoga bukan tanda-tanda yang buruk. As long as I have a sense to write something, sepertinya gue akan terusin aja, walaupun mulainya agak susah. Belakangan, gue menyadari, dari semua terapi yang ada, menulis adalah salah satu terapi yang ampuh buat gue. I used to write down the diary. Apapun gue tulis. Mau ada cerita ataupun ngga ada, semua gue tulis. Gue bahkan pernah cuma nyoret-nyoret satu atau dua halaman di diary gue, nyoret-nyoret kayak benang kusut gitu, dan I feel better after it. Ya, I AM, tipikal orang yang susaaah banget cerita panjang-panjang secara langsung lewat mulut. It isn't really me. It's really hard for me to ngomong atau cerita panjang-panjang secara langsung. I am not a good directly story teller (?)

Oh ya, sebenarnya, sudah ada beberapa postingan yang masih tersimpan rapi di dalam draft. Namun sepertinya, as my mood swing, tulisannya masih kurang sreg, so gue akan menulis ulang semuanya. Membuat tulisan kadang memang tidak bisa dipaksa...

By the time I got an internet and a laptop or PC to surf, I'm getting out of cave!
Hmmm...
K, see ya!

July 26, 2016

JOGJAMETS - Heading Back Home

24 April, 2015
 
Hari terakhir di Jogja...
Hari ini udah harus pulang

Harus banget, ya?

Bangun tidur, dengan tirai terbuka dan mempertontonkan langit luas, gue duduk di samping tempat tidur, memandangi langit, terdiam. Udah harus pulang ya, hari ini? Rasanya ngga mau pulang. Enak banget di sini. Tapi, baiklah, kapan-kapan ke sini lagi, ya...

Semua barang sudah rapi dan packed di tas masing-masing. Waktunya check out.

Hari kepulangan ini, kami ngga nyewa mobil lagi. Engga. Kami keluar hotel dan jalan kaki menuju halte bus transJogja. Yup, dengan bawaan yang rasanya tambah berat, kami memutuskan naik transJogja. Tujuannya tentu saja stasiun Tugu. Karena pemberhentian yang paling dekat dengan stasiun Tugu adalah Jalan Malioboro, kami pun singgah di sana sebentar. Iya, kami transit dulu untuk ganti bus. Capek mulai terasa gara-gara barang bawaan.

Sampai di kawasan Malioboro, kami makan siang di restoran cepat saji Mc Donald's. Menghabiskan waktu dengan bersenda gurau dan random-randoman.

Tato-tatoan
Mengantisipasi kehujanan, dan di saat mendekati waktu keberangkatan, kami memutuskan untuk jalan saja ke stasiun dan menunggu di sana. Backpackernya berasa banget saat harus jalan kaki dengan bawaan yang banyak.

Random-randoman lagi

Ngemil Malam


Train is Coming!

Masuk gerbong, kaget, karena banyak banget penumpangnya. Hampir penuh malah. Kaget, karena waktu berangkat ngga kayak gini ramenya. Kami udah males aja bawaannya, haha. Tapi mau gimana lagi, ya udah, being normal untuk sementara, hingga akhirnya...

"Eh, pindah gerbong, yuk."
"Emang boleh?"
"Ah, boleh kali. Kan suka ada gerbong kosong di paling belakang."
"Emang boleh?"
"Coba aja..."
"Ya udah nanti di stasiun berikutnya, kita pindah."

Jadi, saat kereta berenti di satu stasiun, kami siap-siap dengan barang bawaan, seolah-olah hendak turun di stasiun tersebut. Waktu itu kami pindah saat kereta sedang berhenti di stasiun Kroya.

"Eh udah sampe Korea, nih. Ayo turun."
"KROYA, jamet!"

Orang-orang sekitar kami pun agak bingung sepertinya. Ngapain bocah-bocah ini turun di Kroya???





Yang dilakukan selama di kereta kalo udah capek dan bosen ngobrol ya... serius dengan dunianya masing-masing. Dingin banget juga, by the way, di kereta malam waktu itu. Mungkin karena gerbongnya kosong kali, ya. Soalnya di gerbong normal sebelumnya, ngga berasa dinginnya.

Main hp
Tidur-tiduran
Ngemil
Ngobrol
Repeat, hingga akhirnya, semua tertidur walau dengan kaki ditekuk-tekuk. Masih lumayan, bisa duduk kursinya masing-masing, sih, dibanding kalo tetap bertahan di gerbong sebelumnya. Mungkin kami bakal kepegelan di punggung karena harus tidur sambil duduk. Tapi, pindah gerbong kayak gini bukan untuk ditiru ya... Hehehe...

Jam 3 pagi kereta berhenti di stasiun Bekasi. Gue dan Risma memutuskan untuk turun di sana. Gue sebenernya bingung, nanti pulangnya gimana, karena rumah gue dan Risma berlawanan arah. Agak takut juga pulang sendiri. Tapi akhirnya, gue beraniin aja deh, naik taksi.

Di taksi, bapak drivernya ngajakin ngobrol...
"Mbaknya dari mana?"
"Dari Jogja, pak."
"Oh, kuliah ya?"
Gue dikira kuliah lagi... Bodo ah. Ini pertanyaan ke sekian kalinya yang ditanyakan ke gue. Waktu di Jogja, semua driver rent car waktu itu menanyakan ini. Gue tergelitik untuk menanggapinya dengan jawaban yang berbeda.
"Hehe, iya pak." jawab gue
"Ooh... lagi bisa pulang ini ya? Jurusan apa mbak kuliahnya?"
"Arsitektur, pak." I'm so over it, but I can't help. Hahaha. Gue semakin tergelitik untuk respon selanjutnya.
"Wah, sibuk dong ya berarti. Tapi ini kok, bisa pulang ya?"
"Iya pak, disempetin aja ini. Ini juga cuma sebentar, nanti balik lagi ke Jogja." gue ngakak dalam hati. Kebetulan, gue sampe rumah itu hari Sabtu pagi dini hari. Jadi mungkin gue dikiranya lagi pulang pas weekend. Hahaha.
"Ooh, wah, bolak-balik dong, ya."
"Iya... Eh pak pak, belokannya udah kelewat tadi pak."
"Wah, sampe kelewat ini jalannya. Haha."

Turun dari taksi, gue senyum-senyum sendiri, dalam hati ketawa ngakak. HAHAHAHA. Anak arsitektur... WKWKWKWKWWK.... Maafkan saya bapak driver, hahahaha.

So that was an epic closing for this trip
I'm so sorry if there was any thing inappropiate and irrelevant and sorry for a very very late posting

Anyway, thank you so so much for visiting this blog
XOXO

JOGJAMETS, closed



JOGJAMETS - City Tour

23 April, 2015

Para Jamet bangun kesiangan hari ini. Gue sendiri setelah sholat Subuh, lanjut tidur lagi. Untuk hari ini, kami ngga nyusun rencana plesiran sedetail kemarin. Jam 8 pagi, di saat semua udah bener-bener sadar, baru saling tanya-tanyaan.

Hari ini mau ke mana, nih?

Karena ngga nyiapin rencana yang matang, kami juga belum rent car kayak kemarin lagi. Tapi akhirnya, karena manusia-manusia ini manjanya udah kelewat batas, jadilah kami nelepon Mas Deni, untuk rent car lagi. Kali ini city tour aja, ngga jauh-jauh. Namun, setelah ditanya-tanya, Mas Deninya sudah keburu nganter rombongan lain. Akhirnya, dioper ke temennya Mas Deni. Walaupun ngga enak karena mesti kenalan lagi, nyesuain diri lagi dari awal, kami tetep oke-in.

Jam 10 pagi semua udah rapi, mobil yang kami sewa juga udah datang. Sumpah, ngga tau hari itu mau ke mana tujuannya. Random sebentar, tapi berakhir ke tujuan pertama yaitu... Kalimilk. Hahaha. Sekalian, belum sarapan yang proper waktu berangkat tadi. Ya... walaupun dirangkap makan siang juga sih.







Kurang nge-hits apa coba kan, fotonya..
Yang ke sini, pasti ngga mau ketinggalan foto dengan background khas ini deh... pffft

Kalimilk yang nge-hits ini, menu makanannya seperti cafe-cafe pada umumnya. Minuman susunya pun juga sama seperti minuman-minuman susu kebanyakan. Tempatnya juga biasa, cuma mungkin karena populer aja, jadinya nge-hits. Tapi, patut dikunjungi kok. Harganya juga terjangkau, anyway.

Lepas dari Kalimilk, kami minta Mas Drivernya (gue lupa namanya, asli) untuk nganterin kami melanjutkan trip  kemarin ke pantai-pantai di Gunung Kidul, tapi sepertinya ngga memungkinkan. Mas Drivernya pun menyarankan untuk ke Prambanan aja. Yo wes, karena pada belom pernah juga, sih, haha. Jadilah kami ke kawasan Candi Prambanan. Awalnya, gue kira, Candi Prambanan ini letaknya jauh dari kota, kayak Candi Borobudur (gue kira 2 candi ini deketan). Ternyata, deket. Gue ter-amaze norak. Sesampainya di parkiran, gue ter-amaze norak lagi. Dih, bagus yaaa tempatnya...

Satu hal yang gue inget (selain kenorak-an gue) dan bikin gue sedih adalah, Mas Drivernya berentiin mobil, dan nurunin kami, pas banget di depan ibu (atau mbah ya lebih tepatnya, karena udah tua) pengemis yang lagi duduk istirahat di situ. Jadi, pas banget gue buka pintu, ada mbah itu. Kan, gue jadi sungkan bangeeeet vroh. Kan, gue yang hatinya lembut dan rapuh (serta gampang baper) ini jadi sedih banget vroooh. Gue jadi inget sama Mbah Putri gue vroooh. Huhuhu. Dan begonya, saat itu gue hanya bisa menatap si mbah dengan nanar, tanpa bisa berbuat apa-apa. Gue tersenyum sendu ke si mbah, perlahan menjauh, kemudian berdoa. Ya Allah, maafin Icha, dan mudahkan hidup dan rejekinya si mbah. Aamiin.

Di sini kami lebih banyak foto-foto aja (di mana-mana juga). Oh iya, kami juga bener-bener melihat dan memperhatikan aja, sih, situs candi ini. Jarang-jarang jamets mau serius soal beginian, lho.


  





Hujan membuat kami menyudahi jalan-jalan kami di kawasan Candi Prambanan. Sempat nunggu agak reda dulu karena parkiran mobil ada di luar dan lumayan jauh. Hujan di Jogja agaknya menjadi teman setia kami di sana.

Next destination is....
Percaya ngga, kami nyari mall! Alibinya adalah nyari kopi hangat, untuk diminum saat hari hujan. Ya lalu sampailah kami di Jogja City Mall, kemudian meluncur ke gerai Starbucks-nya. Ini gimana kalo diajak naik gunung? Ngga ada Starbucks, met, di situ. Dan Starbucks di sini ramai sekali, kami hampir ngga dapet tempat. Atau mungkin karena lagi hujan kali ya...

You know what the fact is?

Jamet-jamet itu mesen minuman dingin!

Sebenernya mau kalian itu apa, sih, met?

Bosen kan, tuh, di Starbucks...
Malamnya, kami lanjut jalan lagi. Terakhir banget sepertinya, sayang kalo ngga mengunjungi tempat-tempat ramai di pusat kota Jogja. Iya, Jalan Malioboro, alun-alun, dan sekitarnya. First stop malam itu kami turun di Malioboro. Menyusuri jalan yang kala itu pedestrian unfriendly banget, tapi di situ tempat cuci matanya. Banyak yang jual makanan. Banyak juga trotoar yang dijadiin parkiran (motor). Ngga jauh dari perempatan sebelum mall (yang gue lupa namanya, di Jalan Malioboro), kami menemukan kedai yang menjual gelato. Kami pun belok dan membeli gelato. Di antara sekian banyak angkringan yang jual makanan khas, iya, kami beli gelato.

Ngga menemukan hal yang lebih menarik lagi, kami pindah tempat menuju alun-alun. Gue lupa alun-alun utara atau selatan, pokoknya yang ada pohon kembar. Kami iseng-iseng nyoba ikutan tantangan melewati pohon kembar dengan mata ditutup. Gantian masing-masing, karena penutup matanya cuma ada 2. Gue nyoba terakhir. Udah gelap matanya ditutup, tambah ngerasa gelap lagi perasaan karena malem-malem. Gue jalan, pelan-pelan, dengan teman-teman gue nemenin walaupun ngga boleh ngarahin. Mereka cuma bilang, awas ada orang, kalo ada orang, dan sebagainya. Kayaknya sih, ngga lama, tapi ngga sebentar juga, gue merasa ketakutan. Entah kenapa gue merasa gue jalan sendirian (walaupun sebenernya rameee orang-orang). Gelap, jalan ngga tau arah. Gue ketakutan. Hingga akhirnya gue lepas penutup mata yang gue pake. Teman-teman gue bersorak, yaaah.... Ichaaa, dikit lagi.....
Gue ketawa aja.

Kendaraan Hias di Alun-Alun

Lalu hujan pun turun kembali. Langsung deras. Semua orang berhamburan mencari tempat berteduh.

Rain Can Be So Colorful Sometimes

Hey, Jogja...
Hujanmu kala itu
Sama sekali tak membuatku sendu
Malah, bikin selalu merindu
Untuk ingin cepat-cepat kembali
Mengunjungi tempat-tempat indah di sana lagi

Rent car: Rp 100ribu/person
Jajan di Kalimilk: Rp 10ribu-30ribu
Tiket masuk kawasan Candi Prambanan: Rp 30ribu/person
Jajan gelato: Rp 13ribu/scoop

April 22, 2016

JOGJAMETS - Mantai

JAMET! Jalan-Jalan, Met!

22 April, 2015

Cari makan siang! Setelah lelah dan seru ber-tubing riang. Mas Deni bilang, di dekat sini ada restoran ayam geprek yang enak, namanya Gudeg Yu Tum. Kami ngga ada yang mesen gudeg. Hahaha. Tapi emang bener, enak ayam gepreknya. Sambelnya, pedese rek! Gue ngga sanggup menghabiskannya. Gue kasih ke Risma. Hehehe. Selesai makan siang, lanjut lagi jalan. Pantai-pantai di Gunung Kidul pengen banget dikunjungi kayaknya. Udah mulai sore, jadi ngga bisa mengunjungi semua pantai, deh. Pantai pertama, pantai Indrayanti (nama aslinya itu pantai Pulang Syawal, tau). Rame! Iya, karena pantai ini merupakan salah satu pantai yang paling terkenal.


Foto kaki

Foto kaki lagi...

Minta tolong fotoin
Pantai Indrayanti ramai


Wefie

Wefie 2

Beralih ke pantai selanjutnya, pantai Krakal. Di sini sepi, sepi banget malah. Di pantai ini kami menghabiskan waktu agak banyak, terutama untuk foto-foto.

Kelakuan jamet


Tetua JAMET sedang memberi mandat


JAMET! Jalan-Jalan, Met!

Yeay!
Ngga tau semua pantai di Gunung Kidul sama atau ngga, tapi kalo gue perhatiin, pantai Krakal dan Indrayanti itu di tepinya banyak sekali batu karang. Jadi, ngga bisa langsung berenang buat yang mau berenang. Lihat, kan, 2 foto kaki yang gue posting di atas? Banyak karangnya. By the way, kami mau ke Pok Tunggal, tapi mas Deni bilang, jalanannya sedang dalam perbaikan, jadi ngga bisa dilewati, lagipula, sudah terlalu sore untuk ke Pok Tunggal. Yah...

Jadilah kami menghabiskan sore ke Nglanggeran. Naik sedikit ke waduk kecil, Embung Nglanggeran. Kalau langit cerah, kami bisa lihat sunset yang epic banget di sana.

Ini horizon yang katanya sunset-nya epic banget

Embung Nglanggeran

Kenapa gue bisa bilang epic? Karena dari Embung Nglanggeran, garis horizon terlihat sangat jelas, dan gue yakin banget sunset bakal keliatan epic dari sini.. Sayang, cuaca lagi mendung dan sudah maghrib. Yang didapat adalah pemandangan kabut. By the way, Embung Nglanggeran itu semacam waduk kecil. Embung, artinya waduk. Lumayan banyak juga yang dateng ke sini. Tempat parkirnya pun luas dan rapi. Hanya, jalan menuju ke tempatnya saja yang agak sedikit menyeramkan. Banyak tikungan tajam dan jalanannya ngga terlalu bagus. Ya, walaupun dipisahin satu arah, sih, untuk masuk dan keluarnya. Embung Nglanggeran dingin banget, rek. Jadi sebelum lebih kedinginan lagi, kami turun dan pulang...

Tapi ngga, sih. Kami belok dulu sebentar untuk dinner. Jogja hujan lagi, deras. Gue sampe nandain, pasti kalo sore, Jogja hujan. Kami dinner di The House of Raminten. Ruameee sekali, kakak. Tapi alhamdulillah, kami dapat tempat. Ngga tau emang begini atau bukan, makanan di Jogja itu murah-murah, dan rasanya juga enak. Ini nilai plus banget. Ngga mau pulang...

Nunggu makanan

Malemnya di hotel, berabsurd-absurd-an lagi. Fasilitas wifi gratis bikin kami asik di dunia masing-masing. Pas gue scroll-scroll foto, tiba-tiba gue teringat sesuatu. Deg! Hari ini... tanggal hari ini... Oh my God! Gue lupa banget. Asli, gue ngga inget sama sekali. Baru kali ini gue lupa banget. Paraaah hahahaha. Lebay. Langsung gue whatsapp Ai. Karena kalo telepon, dia pasti lagi kerja.

Happy Earth Day, Ai. Hahahaha

By the way, malamnya, pada ngga bisa tidur. Akhirnya memutuskan untuk telepon McD, pesan delivery, jam 00.30 WIB. Setelah sekitar jam 2 pagi, udah kenyang lagi, baru pada bisa tidur. Namanya juga Jamet...

Tiap masuk pantai, bayar retribusi sebesar Rp 10ribu
Makan siang Rp 20-25ribu/orang (lupa)
Makan malam Rp lupa hahaha

JOGJAMETS - Cave and River Tubing

JAMET! Jalan-Jalan, Met!

22 April, 2015

Kebiasaan kami di dalam kamar hotel boleh dibilang absurd. Karena kami berempat dipisahkan di 2 kamar yang berbeda, kami nggak bisa langsung komunikasi kalo mau rundingin apa-apa. Sungguh keberadaan sebuah telepon di dalam kamar adalah anugerah sekaligus malang nasibnya waktu itu. Sebentar-sebentar, nelpon ke kamar sebelah. Sampe kezel sama bunyinya. Lalu gunanya grup di whatsapp itu apa ya sebenernya?

“Selamat siang, mbak..” suara dari seberang telepon. Padahal udah jam 12 malem. Kelakuan si jamet...

Paginya, alhamdulillah pada bangun pagi. Kami sudah siap untuk menjelajah Jogja. Jam 8, travel yang udah kami book sudah tiba. Nama supirnya mas Deni. Keliatannya sangar, tapi pas ngomong, medho’ e. Terakhir kami nyadar kalo ternyata dia asli Jogja, jadinya ngomongnya medho’. BEGO, YA IYALAH! Hahaha. Mas Deni orangnya asik kok. Kebanyakan sih diem kalo nggak ditanya. Dan mentalnya kuat banget semobil bareng para jamet yang mulutnya pada nggak bisa diem, liat apa dikomentarin, liat apa dibikin jokes, nggak lucu lagi. Diem kalo lagi pada molor aja.
Iya, kami menyewa mobil sekaligus supirnya, biar gampang jalan-jalannya. Pada manja banget emang, hahaha. Yoook, berangkat! (Kemudian melipir ke minimarket buat beli amunisi--cemilan)

Tempat yang pertama kami datangi adalah wisata Goa Pindul. Mainstream? Biarin, wong kita belom pernah. Pas sampe sana, ternyata ada rombongan juga yang lagi pada mau wisata. Padahal, awal kami milih weekday untuk liburan adalah menghindari keramaian di tempat wisata. Rombongan-rombongan tersebut sudah siap masuk goa--sudah pakai life-vest, lagi diberi instruksi sama guide. Setiap rombongan punya guide masing-masing. Kami, walaupun cuma berempat, dapat guide juga, alhamdulillah. Awalnya gue kira ngga pake guide-guide-an. Pas udah turun lapangan, entah bagaimana kalo ngga pakai guide.
Pakai life-vest, ganti sepatu, dan minum teh anget yang disediakan gratis, sambil menunggu guide yang 'beruntung' akan meng-guide kami para jamet. Iya, kalian harus ganti sepatu. Ngga usah nanya, deh, mendingan ganti aja...

Siap-siap turun goa, abis pakai life-vest dan sepatu, dan nge-teh tawar anget


Sebelum sampai ke titik kami akan tubing, kami perlu berjalan kaki sekitar, yaa... ngga lama, 5-7 menit lah. Jalanannya jalan berbatu gitu, terus kayak masuk ke dalam hutan kecil, juga ada beberapa rumah warga. Kami ngikutin bapak guide-nya aja. Kayak anak ayam ngikut induknya. Di tengah jalan, bapak guide masuk ke salah satu rumah warga. Usut punya usut, ternyata itu rumah bapaknya. Hahaha. Tapi ngga tau, sih, bapaknya mau ngapain. Sambil nunggu, kami foto-foto.

Oh iya, ini difotoin bapaknya, setelah si bapak sudah keluar rumah
Seneng banget yang mau tubing

Jadi waktu itu di Jogja lagi sering hujan. Kata bapak pemandu wisatanya, kalo musim hujan airnya jadi berwarna cokelat. Padahal kalo liat orang-orang yang udah pernah ke Goa Pindul pasti warna airnya ijo-ijo biru gitu di fotonya, bagus deh. Wah, kurang pas ya sepertinya. Tapi nggak apa lah.


Goa pindul lumayan panjang. Kalo kemaren banyak rombongan, Goa Pindul dapat kami telusuri selama sekitar 20 menit. Kata bapak pemandunya, kalo rame banget bisa sampe setengah jam. Kedalaman dari permukaan air di dalam Goa mencapai 12 meter (paling dalam). Kata bapak pemandunya (lagi), batu-batu di dalam Goa bisa memancarkan kelap-kelip kalo lagi nggak musim hujan. Duh, nggak pas banget, dateng pas musim hujan gini. Trus, di dalem Goa kan banyak kelelawar gitu di langit-langitnya, kata bapaknya, segitu termasuk sedikit. Kelelawar di Goa Pindul sudah banyak yang cari tempat lain ke tempat yang lebih sepi. Yah, kasian kelelawarnya...

Rame rombongan


Risma duduknya ngga nyaman itu, kasian...

Bapak guide-nya juga cerita, kalo Goa Pindul lagi ditutup, banyak bapak-bapak guide yang menyelam ke dalam sungai goa, yang dalamnya sampai 12 meter itu lho. Selama menyelam, bapak-bapak guide itu banyak menemukan barang-barang turis yang kecemplung. Barang-barangnya beragam. Ada kacamata, ponsel, bahkan kalung emas. Serius, bapak guide kami bilang begitu. Dalam hati, gue bertanya-tanya, orangnya ngapain sampe bisa kecemplung gitu kalungnya? Apa kalungnya diputer-puter di udara pakai satu jari? Terus kalungnya kelepas, trus dia langsung diam ngga bisa berkata-kata?
 
Akhirnya ada cahaya matahari


Lagian, kalian nggak bisa bawa tas atau barang-barang banyak selama menyusuri Goa, karena kalian harus pegangan satu sama lain biar nggak kepisah. Ngga mau kan, barangnya kecemplung dan raib? Kamipun hanya membawa handphone dan beberapa lembar uang yang dimasukkan ke dalam pouch ponsel anti air yang dikalungin ke leher masing-masing. Pouch ponsel anti air ini bisa dibeli sendiri di bapak-bapak depan pintu masuk kawasan wisata ataupun beli langsung sepaket pada saat membayar uang masuk untuk wisata. Agak mahal pastinya, sih. Kalo bisa, bawa dari rumah aja, beli di Pasar Jatinegara atau di pinggir Jalan Baru juga banyak (buat yang rumahnya di sekitaran Bekasi Barat, Bintara, atau Kranji. Btw, Pasar Kaget JB udah pindah ya ke Duta Kranji yang pinggir kali kolong rel. Kali aja ada yang belum tahu, gitu...).

Ciye, abis Cave Tubing...

Ya udah, abis dari Goa Pindul, kami river tubing di Sungai Oya. O, ya? Iyap! Sepaket sama wisata Goa Pindul tadi. Untuk mencapai tempat river tubing, dari titik akhir wisata Goa Pindul kami diantar menggunakan pick up car dengan bak terbuka. Ngga lama kok. Seru lagi. Selama kami diantar, kayaknya mas supirnya ngira dia cuma lagi bawa ban-ban buat river tubing doang deh. Soalnya, jalanannya ngga mulus. Gue ragu si masnya nyetir sambil merem, jalanan rusak dihantam ae, jalanan menurun makin-makin. Masnya lupa masang rem kayaknya. Pasrah...

Selfie di atas pick-up car roller coaster

Sampailah kami di titik awal river tubing Sungai Oya. Titik awal banget deh ini pokoknya, soalnya kami mesti jalan lagi sekitar 10 menit ke tempat dimana kami nanti akan naik ban dan mulai tubing. Lumayan, sih. Yang bikin lama jalannya adalah banyaknya batu-batu besar dan genangan air berlumpur yang bikin langkah kami ngga bisa cepet. Licin. Gue saranin lagi nih, ya, jangan pakai sepatu yang licin, apalagi pakai wedges atau high heels! Mendingan kalian ganti sepatu dulu di tempat pertama masuk Goa Pindul. Seperti yang tadi gue bilang di awal, di dekat pengambilan life vest (jaket pelampung), disediain juga sepatu yang bisa dipinjam, gratis kok, asal dibalikin. Ngga usah takut ngga keliatan kece dengan sepatu itu deh. Lo ngga mau kan, acara liburan lo terhambat karena kaki lo keseleo atau luka gara-gara kepeleset?

Semua aktivitas cave tubing dan river tubing, menggunakan ban sebagai alat transportasi (namanya juga “tubing”). Si Risma, temen gue yang badannya hampir sama kayak tube/ban-nya, selesai paling akhir kalo urusan pakai ban. Ada aja urusannya. Dari mulai susah naik, sampe duduknya miring-miring dan ngga nyaman sepanjang tubing. Hahahha. Kasian juga, sih. Nah, waktu jalan kaki sebelum pakai ban tadi, dia nih yang jalannya paling lamaaa. Yang bikin gue jalannya lama, juga dia nih, gue nungguin dia. Temen gue yang lain, si Atha, udah di depan aja dia sama bapak guide-nya. Udah kayak anaknya aja. Salahnya Risma, sepatu yang dia pake, ternyata licin. Awalnya, sepatu karet kayak yang dia pake itu dikira ngga licin, ternyata licin juga. Tapi sudah terlanjur, jadi diterusin aja sampai selesai tubing.

Risma si Putri Solo

Nah, setelah sampai di ujung perjalanan kaki, kami harus menyeberangi sungai untuk mencapai tempat naik ban-nya. Pada saat menyeberang jangan harap bisa sambil foto-foto (kecuali kalo ada temen lo yang amat sangat rela berkorban untuk dokumentasikan, atau kalau lo bayar paket wisata yang ada fotografernya) apalagi sambil joget-joget, karena semuanya harus saling pegangan biar ngga terbawa arus sungai. Buat gue yang kurus langsing, arusnya lumayan deras. Gue ngga tau lagi deh kalo pegangan terlepas nasibnya gimana. Walaupun begitu, kami tetap seru-seru aja kok. Lagian, bapak guide-nya juga selalu siap sedia, jadi, tenang aja deh. 

Ini titik awal river tubing. Keliatan di belakang kiri Atha, ada rombongan lagi siap-siap naik ban sehabis nyeberang sungai

Panas terik, tapi asik...
Airnya cokelat, huhuhu

Di pertengahan perjalanan tubing, ada spot yang keren untuk loncat/terjun dari sebuah tebing. Ada 2 tebing yang bisa digunakan sebagai tempat loncat/terjun. Yang pertama, tingginya kayaknya nggak lebih dari 3 meter. Tebing itu kami lewatin gitu aja, sementara ada beberapa orang yang melakukan terjun loncat dari situ. Kami mau tebing yang satunya, yang tingginya ngga tau gue itu berapa meter, yang di sampingnya ada air terjunnya. Sesampainya di sana, kami menepi. Pas gue lihat-lihat, wih, tinggi juga ya... Duh, tapi gue ngga bawa kerudung buat ganti kalo gue loncat trus nyebur ke air... (alibi!).


“Yok, loncat!”

“ngga ah, gue ngga bawa kerudung buat ganti.”

“gue juga.”

“gue males, ah.”

Pada sepik semua...


Akhirnya, Zara yang mewakili tim Jamets untuk loncat dari tebing dengan sebelumnya memanjati tangga yang berada di air terjun samping tebing. Menaikinya penuh perjuangan, karena air selalu menampar-nampar wajahnya dan mengguncang-guncangkan seonggok tubuh yang kurus kecil itu, hingga akhirnya sampailah ia di ujung tebing. Hahaha. Ngga butuh waktu lama buat Zara untuk memutuskan loncat atau ngga jadi loncat, karena dari awal memang ini tujuannya. Kami semua berseru Alhamdulillah saat melihat Zara muncul ke permukaan sambil megap-megap. Tenang, selama acara loncat ke air ini, ada bapak guide yang selalu jagain, kok. Sweet banget ngga tuh bapak, mau jagain Zara. Jarang-jarang ada yang mau jagain bocah satu ini. Biasanya juga dilepas aja, kayak ayam. Hahahaha. Bapak guide-nya juga ikutan loncat, tapi gantian, bukan loncat bareng...



Ngantri terjun

Zara terjun

Jara, di mana kamu, Jara??!! Jara, jangan matiiii!!

Jara berhasil! Tapi dia mesti balik dengan menaiki tebing ini lalu berenang ke seberang, ke tempat air terjun
Dengan berakhirnya river tubing di Sungai Oya ini, berakhir pula kegiatan tubing Jamets di kawasan wisata Goa Pindul. Tapi nggak sih, kami ngga berenti di situ aja dong.

Oh iya, paketnya dapet bonus naik flying fox. Hahahaa


Rent Car: IDR 100k/person/12hours

Cave Tubing & River Tubing Wisata Goa Pindul: IDR 70k/person
Water Resistant Phone Pouch: IDR 30k/pc