June 29, 2018

A Note

Lupa tepatnya sejak kapan, gue mulai menjalani apa yang menjadi jalan hidup gue dengan apa adanya. Tanpa bayangan, tanpa analisis yang detail, tanpa berpikir terlalu panjang tentang apa yang akan terjadi di depan gue nantinya.

Seperti contoh sederhananya, gue tidak sedia payung, tapi hujan turun. Untuk melewatinya, gue mencari cara lain untuk tidak terkena hujan tanpa menggunakan payung.

Apa itu namanya? Improvisasi? Spontanitas?

Ya. Entah kenapa gue merasa lelah dengan melakukan analisa atau berpikir jauh-jauh. Ada perasaan dimana gue ingin benar-benar merasakan hari ini, saat ini, tanpa kegelisahan akan apa yang nantinya bakal terjadi atas keputusan/pilihan yang gue tetapkan sekarang.

Lalu gue mulai menjalani hari-hari gue dengan mengalir dan kadang terkejut dengan kejadian-kejadian yang tidak terduga. Kemudian menghadapinya dengan spontanitas-spontanitas serta kemungkinan-kemungkinan yang bisa gue lakukan.

Pada akhirnya gue merasa takjub dengan apa yg sudah gue lakukan.

Bagaimana gue bisa melakukan itu padahal sebelumnya gue pernah berpikir kalo gue tidak akan berani dan tidak akan bisa melakukannya...?

Seperti saat gue hamil dan melahirkan.

Saat gue hamil, gue selalu tidak bisa membayangkan bagaimana nanti waktu lahiran. Sakit banget kah? Sanggup kah gue? Apa gue bisa? Lalu gue lebih memilih untuk nggak mikirin lebih jauh lagi. Selalu begitu setiap gue ingat lahiran. Pada saat tiba waktunya lahiran, gue masih mengira kalau gue tidak lahiran hari itu, padahal kondisinya gue sudah berbaring di rumah sakit karena air ketuban gue sudah pecah. Gue pasrah, terlebih saat dokter datang dan bilang kalau gue harus melahirkan dengan cara sesar. Bahkan pada saat itu gue masih ngga percaya kalau bayi gue akan benar-benar akan bertemu gue hari itu juga. Namun dalam hati gue ngga berhenti berdoa. Mencoba bayangin gimana nanti prosesnya, gue ngga bisa. Bener-bener ngga ada bayangan sama sekali. Terlebih, pada waktu itu gue ngga merasakan sakit apapun sama sekali. Kontraksi seperti ibu-ibu lain yang hendak melahirkan pun, gue ngga merasakannya. Bahkan lagi, gue yang biasanya takut sama jarum suntik, pada saat itu harus berhadapan secara tiba-tiba dengan 3x suntikan. Infus, cek darah, dan cek alergi. Gue hanya takut sebentar dan pasrah. Mau gimana lagi. Hanya itu satu-satunya jalan. Hingga gue akhirnya benar-benar mengalami sendiri hal yang paling besar yang pernah terjadi di hidup gue, operasi sesar. Tanpa gue kelamaan mikir. Tanpa analisis yang detail. Memang sebelumnya gue pernah baca-baca tentang operasi sesar, tapi tidak pernah gue coba membayangkan yang jauh-jauh lagi. Selama prosesnya berlangsung, dengan keyakinan kalau dokternya sudah profesional dengan hal ini, gue pasrah dan berdoa. Hingga akhirnya gue berhasil melewatinya.

Atau agak mundur lagi ke waktu gue nikahan. Tidak ada bayangan sama sekali nanti di meja akad, di pelaminan rasanya akan kayak gimana. Deg-degan? Malu? Cuma kepikiran dikit aja, gue ngga mau mikirin lama-lama. Bahkan untuk kehidupan setelah menikah, sama sekali ngga ada bayangan akan bagaimana. Hingga (lagi), gue berhasil melewati hari besar itu, dan menjalani kehidupan setelahnya seperti biasa.

Ternyata, ngga terlalu buruk juga. Banyak hal terjadi nggak seperti apa yang dikhawatirkan.

Ya, gue merasakan hidup jadi sedikit lebih sederhana dengan menjalaninya apa adanya tanpa mengkhawatirkan banyak hal akan apa yang bakal terjadi ke depannya.

Sudah gue bilang, gue ingin benar-benar merasakan hari ini, saat ini, detik ini, tanpa mengkhawatirkan apapun. Live by now. Feel the present time.

Walaupun sampai saat ini, gue masih belajar pelan-pelan juga untuk ber-mindset seperti itu.

Time is ticking, right? Why wasting it with worries dan analisa-analisa yg pada akhirnya bisa menjadi sugesti yg buruk? Lalu setelah kejadian, bilang, ‘tuh kan, bener kata gue.’ dengan kecewa padahal diri sendiri yg sudah bersugesti?

No offense
Untuk beberapa hal memang kita butuh mempersiapkan dan memikirkan hingga detail-detailnya

Namun, untuk beberapa hal juga, sepertinya lebih mudah kalau dibawa santai saja