December 24, 2013

Explaining is tiring too..
That's why I don't wanna give a damn to people with unnecessary talk

Sometimes it feels annoying not to explain
But sometimes it feels like unimportant to tell stubborn people

Or, am I the one stubborn?

Who cares?
Much talk really is so tiring..
Much think even more..

Everything that MUCH is so tiring..
If it's a bad thing

November 30, 2013

Sometimes I feel bored of competiting
Then I less care about many things
I don't know, I just don't wanna really care

Is it a good thing?

For me, now, maybe it is a good thing
Well, I don't even care

November 25, 2013








Thing I don't like the most about vacation is...
when I got home, I felt like I still away, I could still feel the waves, the sun, the sights, the moments when I woke up, the gorgeous scenery when I opened the window, and everything I used to do in that place.
And it makes me feel blue...

October 31, 2013

October 03, 2013

L is for..

She's not a loser
Maybe you're the one who don't know
How can you judge that easy?

She's not a loser
She didn't even disturb you
Well if you feel disturbed, then it's your problem

She's not a loser
She might tell you that you're lucky
But she's more lucky

She's not a loser
Not even you

And L is for Lucky
Not loser

May 13, 2013

Ketika semua bertemu di satu titik

Bagaikan dinding tak berpintu
Buntu

Semua menjadi besar, menakutkan
Dingin, menyeramkan
Liar, tak terkendali

Lalu,
roda pun terasa lamban melaju

February 25, 2013

Ah, still I miss that place

I take a little time between my business to look at the pictures. Pictures that send me to nostalgia. Sweet nostalgia. It's magic because I can escape for a little while from hectic reality and it makes me smile, happy. I know it was just yesterday I went to that place, and I know now it's time for me to be serious again, busy again. But still I can't help, the memories surround in my head, takes me to that time, that place. Especially when I'm listening to songs that remind me of it.

Yes, still, I miss Tidung

February 17, 2013

Tidung is All About - Day 5 (When Blue Turns Brown)

Time to go home...
Alarm yang berbunyi dari ponsel masing-masing membangunkan kami. Pukul 4 pagi. Oh, masih jam 4? Kami tidur lagi. Kebluk memang. Jam setengah lima, kami benar-benar bangun. Mandi, beres-beres, persiapan untuk pulang, kembali ke Jakarta. Nasi uduk pagi itu adalah sarapan terakhir kami di pulau Tidung.

Setelah semua rapi, termasuk rumah yang akan ditinggalkan sudah rapi dan bersih, kami berangkat pulang.






















Hey Tidung, thank you for every beautiful piece of experience, memories, and friendship you gave us. You are our inspiration to make another whatever our plans or dreams come true.

Setibanya di Jakarta...

I: "bokap gue ngga bisa jemput. Jalan masuk ke Angke tuh masih banjir."
L: "bokap gue juga ngga bisa ke sini. Kata bokap gue, kita disuruh nyari pos polisi biar bisa dievakuasi."

Bingung gimana caranya pulang. Kami terjebak banjir di Angke. Dermaganya sih, ngga banjir ya, tapi jalan masuknya banjir, bikin kita ngga bisa dijemput siapa-siapa dari rumah. Di sana ngga cuma kami yang kebingungan. Banyak orang yang baru sampai dermaga bingung gimana pulangnya. Bahkan turis asing. Gue diam ngeliatin mereka. Sorry, for the uncomfortable, I hope you guys think about it as a fun experience, kata gue dalam hati. Gue berlalu.

Gue dan teman-teman memutuskan naik odong-odong...
Iya, odong-odong namanya (motor yang belakangnya pake bak, bukan wahana yang biasa dinaikin anak-anak), karena cuma itu yang ada di sana waktu itu, awalnya cuma untuk keluar dari Angke.

Sesampainya di luar, masih belum banyak kendaraan yang melintas, terutama kendaraan umum. Penumpang lain yang dari Angke barengan sama rombongan kami, turun duluan. Kami ragu, antara turun atau nggak. Di sana ngga ada angkutan umum sama sekali. Taksi ada yang lewat beberapa, tapi... ya pasti mahal lah! Apalagi pas denger kabar banjir masih tinggi di daerah sana. Jadi kami terusin naik odong-odong, bilang, kalo kita mau dianterin sampe ada halte Transjakarta, posko banjir, atau pilihan terakhir, stasiun Kota.

Bener aja, masuk ke kawasan Pluit, banjir. Jalanan ramai dengan kegiatan evakuasi. Awalnya banjir belum parah, namun, semakin ke sana, banjir semakin keliatan parah. Beuh, terisolasi. Wahyu langsung memainkan kamera. Jepret sana, jepret sini.

Semua ramai. Warga yang lagi ribet mengangkut barang-barangnya, yang lagi sibuk naik ke perahu karet, yang mengungsi, polisi yang sibuk mengevakuasi, dan mobil-mobil media yang siap meliput serta masih banyak lagi. Semua ribet, semua sibuk, semua bad mood kayaknya. Pemandangan yang sangat tidak menyenangkan, sungguh miris mengingat kami baru saja dimanjakan dengan pemandangan tak terelakkan indahnya.

Mau turun ke pos polisi biar dievakuasi, tapi kok kayaknya ragu gitu...

Ini beberapa foto yang kami (sebenernya sih, Wahyu) ambil. Banjir Jakarta (Utara).






Bahkan jalan tol pun dibuka untuk sepeda motor dan odong-odong yang kami naiki


Di Tidung, airnya biru
Sampai di Jakarta, airnya cokelat



Di Tidung, kami banana-boating
Sampai di Jakarta, kami odong-odong-ing dan gerobak-ing





 Ika panik


gue ngeliatin banjir


 Wayu narsis


 Repi ngga keliatan




Di Tidung, kami snorkeling
Sampai di Jakarta, kami banjir-banjiran





lemah, letih, lesu, lunglai





Sesampainya di stasiun Kota, Revi yang masinis langsung nyari tiket KRL buat pulang ke Bekasi. Kami lega karena sebentar lagi sampai ke rumah. Sudah, penderitaan sudah selesai, melewati banjir, naik odong-odong yang jadi mahal banget bayarnya, naik gerobak, dan jalan kaki banjir-banjiran lagi menuju stasiun. Semua bercampur jadi satu, lesu, bete, kesal, capek, laper, semuanya. Then...

R: "waduh, semua KRL di-cancel hari ini, masih belum bisa lewat, masih banjir. Ck."
Semua makin lesu, makin bete, capek, laper, kesal. Hopeless. Gimana kita pulang??
"yah, trus gimana dong?"
"tadi harusnya kita turun pas ada posko biar bisa ikut dievakuasi."
"haduh, gue ngga tau lagi nih."
Penderitaan belum selesai...

Gue juga bingung, ngga tau harus gimana. Ngeliat semuanya udah pada bete dan capek. Itu pasti, gue juga. Gue ngga tau apa yang harus gue lakukan, tapi kaki gue memaksa gue melangkah, pergi meninggalkan temen-temen gue yang terduduk di dalam stasiun. Gue ngga tau apa yang gue pikirin, tapi gue mau keluar dari situ...

Gue lihat keadaan di luar stasiun. Di luar, ngga ada mobil polisi, tim SAR, atau posko banjir dan evakuasi apapun. Yang ada cuma mikrolet (angkutan umum) dan Transjakarta. Transjakarta? Apa bisa? Gue ngga yakin. Waktu itu bus-nya lagi ngga jalan, jadi gue ngga yakin kami memilih naik Transjakarta. Sisanya tinggal mikrolet.

L: "bang, ini mikroletnya sampe (daerah) mana ya?" gue yang tadinya ngga kepikiran buat nanya, akhirnya nanya juga.
Bang mikrolet: "sampe Tanah Abang, neng."
L: "oh, makasih ya bang."
B: "mau naik ngga, neng?"
L: "ntar dulu bang, tanya yang lain dulu." bodohnya, kenapa gue ngga telepon aja salah satu temen gue, biar ngga usah bolak-balik. Tapi gue takut, di situ abang-abang semua. Jadi gue balik lagi ke dalam stasiun. Mungkin kalo dari Tanah Abang, ada kereta yang jalan, pikir gue.

R: "Tanah Abang? Wih, itu mah parah banjirnya! Paling ngga, tuh, dari Senen." gue kaget. Sial, terus kita gimana dong pulangnya?!!
L: "ha? Senen ya?" gue balik lagi ke luar.

L: "kalo ke Senen bisa ngga bang naik ini?"
B: "emang neng mau ke mana?"
L: "mau ke Bekasi, bang. Tapi keretanya ngga jalan semua."
B: "oh ke Bekasi mah bisa naik ini ke Senen."
L: "yang bener bang? Ntar dulu, mau tanya lagi."
Gue balik lagi ke dalam stasiun untuk ngabarin kalo mikroletnya bisa ke Senen. Waktu itu gue ngga kepikiran kalo di Senen ada metromini 47 yang ke Pondok Kopi. Patokannya Pondok Kopi, karena itu yang paling familiar buat kita dan paling dekat Bekasi, yang artinya, dekat rumah. Pas inget, langsung gue cepetin langkah gue sampe hampir kepleset di tangga pintu masuk stasiun.

L: "ayo kita naik mikrolet ke Senen. Di Senen, nanti kita naik 47 ke Pondok Kopi."
Untuk memastikan, Revi dan Wahyu, para cewek cowok, ke luar, ke tempat mikrolet dan nanya-nanya.
W: "bener ke Senen, ayo kita naik mikrolet aja. Tadi ada ibu-ibu juga yang mau ke Bekasi."
Angin segar. Kami jadi lebih tenang. Bete, lesu, kesal, jadi berkurang. Tapi capek masih menyerang.
Ah, yang penting, kami bisa pulang...


I: "sumpah ya, semuanya ini gue baru pertama kali. Pertama kali mati lampu pas ke Tidung, pas baru nyampe lagi! Pertama kali naik kapal pas ombaknya lagi tinggi banget..."
R: "pertama kali banana-boating di Tidung."
I: "itu sih, emang dulu belom ada banana-boat di Tidung."
L: "pertama kali ngga dijemput bokap lo kan, Ka? Hahaha"
I: "iya! Trus pas naik kapal pulang, itu pertama kalinya naik kapal dengan ombak yang setenang itu. Itu ombak tertenang selama gue naik kapal dari Tidung."
D: "pertama kali banjir-banjiran pas pulang."
I: "iya! Sumpah ya kalian bener-bener ngasih sesuatu yang baru."
W: "hahaha iya dong. Seru kan jadinya..."

Thank you Ikaaa!
Thank you for the amazing island!
Hahahaha!! :D

*sorry for late post by the way, and thank you for keep reading and visiting :D

February 05, 2013

Tidung is All About - Day 4 (Our Hidden Beach)

Days gone so fast, mengingat besok udah harus kembali ke Jakarta. Hari ini kami habiskan waktu lagi dengan bersepeda sambil mencari tempat baru. Hari ini juga, kami sepedaan secapek-capeknya dan sejauh-jauhnya. We're gonna leave Tidung... tomorrow.

Tempat pertama di hari ke-4 di-lead oleh Dian. Bersepeda menyusuri jalan dan gang-gang mengikuti Dian yang memimpin di depan. Walaupun jalanannya becek, ngga beraturan, nggak tau juntrungannya, tapi kami tetap ngikutin. Namanya juga jalan-jalan sepedaan. Hingga akhirnya kami sampai di tempat yang mirip pelabuhan/dermaga, tapi bukan pelabuhan atau dermaga umum, cuma buat nelayan-nelayan Tidung yang bermukim di situ aja.

Angin dan matahari menyambut kami setibanya di sana. Hari ini, Tidung terik. Sempat bikin kami ragu untuk pulang besok. Takutnya, setelah seharian terik, hari berikutnya hujan deras. Kadang, galaunya cuaca, bisa nular juga...






gantian Dian yang merem









Tadinya, kami mau langsung lanjut nyari tempat lain abis dari sini. Tapi berhubung hari Jum'at, jadi yang cowok-cowoknya juga males jalan jauh-jauh. Jadi kami di sini sebentar, ber-henpon (di sini dapet sinyal loh!) sambil menunggu waktu solat Jum'at. Meanwhile yang cowok solat Jum'at, para cewek menunggu dengan makan bakso super gede dan nonton tv di rumah.

Lanjut lagi jalan-jalan. Revi yang pengen banget beli oleh-oleh, minta ditemenin dulu nyari tempat jualan oleh-oleh yang bagus. Akhirnya kami menuju ke arah Jembatan Cinta.

Biar ngga usah bayar parkiran, gue, Ika, dan Dian, nunggu sekalian jagain sepeda di luar, di depan gerbang pintu masuk area Jembatan Cinta. Ya nggak persis di depan gerbangnya, sih. Di sana ada SMK yang di depannya ada taman dan tempat duduk, kami bertiga nunggu di situ. Wahyu, ikut nemenin Revi belanja. Ini kok ya kebalik. Cowok yang belanja, cewek yang nungguin. Selama menunggu, ada tontonan menarik yang bisa kami lihat. Anak-anak baru SMK di sana lagi pada dikerjain seniornya haha. Entah orientasi siswa baru, entah orientasi ekstrakurikuler.


 itu tuh yang mau belanja tuh


 di sini para cewek nunggu



 ini nih, anak-anak SMK yang lagi dikerjain
gue ngambil fotonya ngeri-ngeri, kan serem kalo ntar disamperin


Know what? Mereka yang belanja, mereka cowok loh ya, lama bangeeet. Mungkin ada satu jam kami nunggu. Iiiiih! Karena tontonannya udah abis, kami telepon mereka yang lagi belanja itu. Ngga lama, mereka muncul. Ngeliat mereka jalan, kami iseng-iseng ngobrol...
L: "liat deh tuh orang dua."
I: "kenapa emangnya?"
L: "trus coba liat ke anak-anak SMK berseragam itu."
D: "kenapa sih?"
L: "beda banget. Yang satu (anak-anak SMK) tegap, keren, gagah (efek seragam kayaknya), yang satunya lagi (Wahyu dan Revi) cengengesan, selengean. Hahaha."
I: "hah? Oh iya ya! Hahahahaha!"
D: "oh iya! Hahahaha!"
Setelah dua orang itu datang dan keheranan, kami pura-pura diemin mereka gara-gara bete nunggu kelamaan.

Kami lanjutkan lagi perjalanan menuju bagian barat pulau Tidung. Rutenya, ikutin aja jalan lurus dari arah Jembatan Cinta ke barat.


 pantai dengan banyak rumput laut


 ouch, I'm sorry seaweed, for stepping on you


 get ready to another amazing place
 

Foto-foto di atas diambil di sebuah pantai yang tepinya banyak terdapat rumput laut dan dangkal. Di sini, kami mulai benar-benar merasakan panasnya Tidung. Hari-hari sebelumnya, ngga berasa. Ada enaknya juga liburan ke pulau pas musim hujan. Di pulaunya ngga terlalu panas, tapi ngga hujan juga, soalnya, awan mendungnya cuma lewat, langsung ketiup angin dan ya itu, awannya ke Jakarta (pernyataan macam apa ini?!). Haha. Ya, karena seringnya main juga sih, jadi ngga terlalu berasa. Tapi hari ini, di pantai ini, panasnya berasa. Sayang, fotonya cuma sedikit (mungkin) gara-gara memory card-nya corrupt, padahal lumayan banyak foto yang diambil di sini.

Kami lanjutkan perjalanan, cari tempat lagi.

Kami nemuin tempat-tempat bagus yang belum kami datangi kemarin (yang udah kami datangi, kami lewati). Kami melewati rumah penduduk, tepi pantai, hutan, sampe padang ilalang.


 bersepeda di tengah padang ilalang


Semakin ke sana, jalanan semakin padat dengan semak dan tanaman perdu, hingga yang terlihat cuma sebatas garis yang tidak terlalu lebar, tapi bisa dilalui orang, sepeda, atau pun sepeda motor.

Itu sih, namanya jalan setapak, Cha!
Sst, diem ah. Lanjut lagi.

Di jalanan yang menyulitkan kami menggowes sepeda itu, samar-samar kami mendengar deburan ombak. Semakin jauh dan semakin dalam kami berjalan masuk ke pepohonan-semak belukar, semakin jelas suara ombak itu. Zrasss, zrasss... suara ombak makin jelas terdengar. Feeling gue mengatakan, tempat yang akan kami temukan setelah jalanan penuh semak belukar ini akan indah.

R: "Samudera, di atas air." kata Revi pas sampe di pantai.
Semuanya ketawa.
Gue rasanya pengen loncat dari sepeda dan membiarkan sepedanya jatoh, lalu langsung lari menuju pantai. Tapi gue inget, kalo sepedanya rusak, bisa-bisa gue susah pulang.

Another special 'dishes' from Tidung.

This, is our hidden beach...






 'shooting' film "Samudera Di Atas Air 2"
Ika melawan dementor (Revi)









Ini pantai tersembunyi kami karena waktu itu pantai ini sepi, jarang ada orang yang lewat. Jalanan menuju ke sini juga sempit, berkelak-kelok, dan penuh semak belukar.














don't forget to make a sand-mark


Malamnya, alhamdulillah cerah, kami keluar ke dermaga dekat rumah untuk melihat bintang. Nggak terlalu banyak bintang malam itu, tapi ada bulan, dan tentu aja, kami berlima. Yang penting bareng-bareng, berlima, sudah cukup.

A beautiful place with gorgeously amazing friends is..
UNFORGETTABLE, UNCHANGEABLE, IRREPLACEABLE
What a beautiful farewell...